Agustinus Adisutjipto dilahirkan di Salatiga pada tanggal 4 Juli 1916. Tjip, demikian panggilannya, adalah putra sulung diantara empat bersaudara yang kesemuanya adalah laki-laki. Ayah beliau Roewidodarmo seorang pensiunan Penilik Sekolah di Salatiga. Keluarganya adalah keluarga Katolik yang taat sekali pada agamanya.
Tjip mempunyai hobby terutama membaca buku filsafat kemiliteran, juga filosofi, olahraga seperti sepakbola, mendaki gunung, tennis dan tidak ketinggalan main catur. Teman-teman Tjip mengenalnya sebagai seorang pendiam, tetapi tidak ragu-ragu menghadapi bahaya.
Sejak lulus dari MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwijs /setingkat SMP), Tjip berhasrat mengikuti test penerimaan Sekolah Penerbangan di Kalijati. Ia menyatakan keinginannya kepada ayahnya, tetapi ayahnya tidak setuju. Karena desakan ayahnya, maka Tjip masuk AMS (Algemeene Middelbare School) bagian B di Semarang. Tjip lulus dari AMS pada tahun 1936 dengan angka-angka yang baik sekali. Sekali lagi ia memohon kepada ayahnya, agar diperbolehkan mengikuti pendidikan sekolah militer Breda (Negeri Belanda). Namun hal ini tidak mungkin, karena Tjip bukan keturunan bangsawan, dan juga bukan golongan Eropa. Ayahnya membujuk, “Jadilah seorang dokter, Tjip. Berilah contoh yang baik kepada adik-adikmu”. Karena jalan buntu, maka Tjip mengikuti saran ayahnya dan kuliah di Genneskundige Hooge School (Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta.
Meskipun tercatat sebagai seorang mahasiswa yang rajin mengikuti kuliah, namun ada saja mata kuliah yang harus ditempuhnya dua kali. Perhatianya tidak ditujukan 100% kepada pelajaran, karena angan-angannya tetap mengawang di “udara”. Ia tetap berharap cita-citanya akan tercapai.
Dengan diam-diam ia mengikuti test penerimaan Militaire Luchtvaart Opleidings School (Sekolah Pendidikan Penerbangan Militer) di Kalijati. Ia lulus dengan hasil yang sangat memuaskan. Untuk itu ia minta bantuan Asisten Residen di Salatiga. Sekali ini sang ayah meluluskan hasrat putranya yang keras hati itu. Kini Tjip mencurahkan segenap perhatiannya kepada lapangan idamannya. Tingkat pertama ia lulus, dan Tjip diterima sebagai kadet penerbang. Tjip dipuji karena budi pekertinya yang halus, tidak banyak bicara, cermat, penuh disiplin dan pemberani. Lagi pula ia pandai. Masa pendidikan yang seharusnya ditempuh dalam waktu 3 (tiga) tahun, dapat diselesaikannya dalam waktu 2 (dua) tahun. Bersama-sama dengan 9 (sembilan) siswa Indonesia lainnya, Tjip mencapai tingkat Vaandrig Kortverband Vlieger atau Letnan Muda calon penerbang Ikatan Pendek. Namun tingkatan pendek ini belumlah bersifat professional. Tetapi karena selalu ada diskriminasi antara orang-orang Belanda dan Indonesia, maka dari 10 siswa yang mengikuti pendidikan itu hanya 5 (lima) orang yang lulus dan mencapai tingkat Klein Militaire Brevet atau Brevet Penerbang Tingkat Pertama. Dan 5 (lima) orang itu hanya dua orang yang mencapai tingkat Groot Militaire Brevet atau Brevet Penerbang Tingkat Atas, yaitu Sambudjo Hurip dan Agistinus Adisutjipto.