Nurtanio dilahirkan di Kandangan, Kalimantan Selatan, 3 Desember 1923. Konon pemberian nama itu, dimaksudkan agar dia menjadi- seorang petani yang berhasil Sebab kata ‘’Nur’’ berarti cahaya sedangkan ‘’tanio’’ (dalam bahasa jawa) mengandung suatu perintah untuk bertani. Sehingga, nama itu berarti ‘’Nur, bertanilah’’.
Nurtanio selesai menamatkan pendidikannya di tingkat ELS dan MULO (SLP) Semarang, kota asal kedua orang tuanya, kemudian dimasukkan ke AMS. Ternyata di sekolah ini bakat tekniknya tersalurkan. Hampir seluruh waktunya di habiskan untuk membuat dan merakit berbagai macam pesawat model.
Cita-cita Nurtanio belum sepenhnya terwujud ketika ia gugur dalam suatu kecelakaan pesawat terbang, yaitu ketika ia gugur dalam suatu kecelakaan pesawat terbang, yaitu ketika melakukan test fight (uji terbang) pesawat Super – Aero 46 pada 21 Maret 1966 di Bandung. Untuk menghormati jasa-jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Laksamana Muda Udara dan mengabadikan namanya pada lembaga industri peswat terbang. Nama LAPIP kemudian diganti menjadi LIPNUR (Lembaga Industri Pesawat Terbang Nurtanio), yang kemudian berkembang menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan saat ini menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT.DI).